Buka Puasa Hari Pertama Ramadhan 1446

s.p.a.s.i...s.p.a.s.i

Alhamdulillah kita dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Terobatilah kerinduanakan  vibes nya, perasaan bahagia saat berbuka, crowd saat war takjil, khusyu' bersama jamaah lain saat Tarawih atau I'tikaf, quality time dengan Al Quran yang, charity, dan berbagai bentuk amal shalih lainnya. 

Hari pertama Ramadhan, adalah moment indah, dimana tiap anggota keluarga mengupayakan berbuka puasa bersama di rumah. Bercengkerama di dalam rumah yang hangat,  melepas dahaga dan lapar dengan bertabur syukur dan doa, dilanjutkan dengan shalat berjamaah dan  tadarusan. Hati menjadi hangat dan syahdu. 

Untuk tahun ini, buka puasa saya di hari pertama Ramadhan sangat berbeda dengan tahun-tahun selanjutnya. Buka puasanya bukan di rumah, tapi di klinik gigi. he..he.. 

So.. here is the story ... 

1 Ramadhan 1446 atau 1 Maret 2025 jam 5 sore, saya memiliki jadwal untuk cabut gigi (Hasil ronsen menunjukkan adanya radicular cystoma atau kista radicular), serta pasang gigi tiruan. Saya datang ontime di klinik gigi di daerah Bekasi sekitar jam 5 sore. Sekitar jam 5.15, mba asisten dokter memanggi saya masuk ke ruangan. Dibersamai rasa lapar, dingin, mules dan heartbeat, saya langkajkan kaki ini ke dalam ruang praktek dokter gigi spesialis bedah mulut.

Greeting say hai, setelah diskusi tentang kasus radicular cyst serta rencana tindakan, kemudian duduklah di "kursi panas". Saat posisi duduk sudah di setelan 'rebahan', dengan santuynya, Pak Dokgi bilang, "Dua gigi ya Bu....".

Waduh, jujur saya ga expect sebanyak ini. Karena penasaran, saya bangun, dan mendekat ke meja kerja Pak Dokgi. Di layar komputer tertera catatan bahwa  gigi yang akan dicabut adalah gigi nomor 41 dan 42 (penomoran inipun saya tidak paham. he..he.. Yang saya tahu, ini berarti dua gigi seri saya akan dieksekusi). 

Oiya, beberapa pekan sebelumnya, saya juga berkonsultasi dengan Bu Dokgi spesialis prosto. Seperti Pak Dokgi, beliau juga concern dengan area gelap di bawah gusi. Kemudian Bu Dokgi meng-assess gigi itu dengan cara digoyangkan sedikit, serta menekan gusi. Hasilnya, gigi tersebut memang agak goyang, warnanyapun lebih gelap dari warna gigi sebelahnya. Untuk area gusi luar yang ditekan, ternyata mengeluarkan nanah. Kami memang berdiskusi mengenai kemungkinan adanya tindakan pencabutan. Namun, yang saya fahami hanya satu gigi saja, walaupun coverage daerah hitam di gusinya ada di 2 gigi. 

Untuk mengkonfirmasi, Pak Dokgi mengarahkan mba asisten call Bu Dokgi. Selang beberapa menit, Bu Dokgi sudah bergabung bersama kami. 

Kami kembali berdiskusi. Dan mereka berdua melihat bersama kondisi dua gigi saya tersebut.  Sebenernya ada 2  opsi : 
1. Perawatan Saluran Akar. Tapi menurut saya ini costly, time consuming (perlu 3x visit), dan Pak Dokgi juga mengatakan diperlukan pembedahan juga untuk membersihkan cyst nya. 
2. Langsung extraksi 2 gigi, kuret cyst nya, beres. Untuk gigi tiruannya pun 

Saya harus membuat decission. Bismillah, saya niatkan untuk menghilangkan penyakit, saya setuju untuk pencabutan kedua gigi itu... 

And this is the process... 

Saya kembali ke "kursi panas". Posisi kursi direbahkan. Pak Dokgi juga sudah bersiap di posisi menghadap workstation nya. Sekali lagi beliau mengkonfirmasi keputusan saya... 

"Ibu udah yakin belum nih...? Soalnya kalo udah dicabut ga bisa dibalikin lagi." 

Mendengar itu, ada galau tapi rasa ingin tertawa. Kebayang, udah dicabut trus pasien rewel minta dipasang lagi. ha..ha.. ya keleesss ... Saya yakinkan kembali, "Bismillah Dok, iya, cabut saja." 

Ok, kita mulai... 

Buka mulut, oles gel, suntikan anastesi yang mirip pulpen diarahkan ke gusi, ke beberapa titik. 
"Wah, gusinya udah berdarah nih disuntik." 

Proses tetap berlanjut... 
Gigi pertama done. 
Gigi kedua done. 

Dari sudut mata, saya lihat ada kasa berlumur darah yang berulangkali ditempatkan dan diangkat dari daerah gigi yang dicabut itu.  Handscoon pak Dokgi juga mulai belepetan darah. Entahlah, apakah sebanyak itu darah yang keluar karena adanya cyst?

Next process... 

Beberapa menit selanjutnya, yang saya rasakan adalah tindakan dengan alat manual, dimana gusi saya terasa ditekan, lalu ada bagian yang dicongkel. Cukup lama tindakan ini, sebab mulut ini terasa pegal karena lama membuka. He..he.. Secara umum tindakannya tidak terasa sakit, Hanya di titik tertentu yang terasa nyeri, dan ketika saya mengekspresikan rasa nyeri tersebut, Pak Dokgi mengarahkan lagi 'pulpen' anastesinya. 

"Bisa mangap lebih lebar ga..?

Termyata memang mulut saya tidak bisa lebih lebar. Ya sudahlah... 

Dan di tengah aktivitas tekan, congkel itu, terlihat ada titik-titik daging berwarna merah, putih, dikumpulkan ke satu kassa. Mungkin itu kistanya. Dan jumlahnya banyak. Maaf saya ga foto... Ga kepengen foto, dan ga kepikiran juga untuk mengabadikannya. 

"Hm... ini tulang giginya harus saya bor ya, biar dalemnya bisa dibersihin." 

Wadidoouuww.... opo meneh iki....? 

Terlihat dari sudut kanan mata, ada alat dengan gagang hitam, diarahkan ke mulut, ada terasa seperti scalling. Dan lagi, saat saya berusaha mengekspresikan "nyeri", Pak Dokgi kembali mengarahkan si pulpen anastesi suntik itu.

Akhirnya...  

"Ok, udah bersih. Dijahit dulu ya.

Oiya, sebelum tindakan, Pak Dokgi menyampaikan bahwa setelah cabut gigi, gusinya akan dijahit. Tapi ini bukan prosedur operasi seperti cabut gigi bungsu. Jahit gusinya disebabkan adanya tindakan kuret kista, sehingga menyebabkan gusi terbuka. 

Lagi dari sudut kanan mata, terlihat jarum berbentuk seperti kail, lalu ada benang biru, dirajut ke gusi saya...

Penjahitan tidak berlangsung lama, dan done. Rasa nyeri masih bersisa, namun mild  Rasa kebas dan tebal di  bibir juga belum hilang. 

Pak Dokgi memberikan satu butir obat pereda nyeri, untuk diminum setelah berbuka. 

Saya berbuka puasa 5 menit setelah adzan. 

Masya Allah, inilah pertama kalinya merasakan minum dan makan dengan efek anastesi yang masih terasa di bibir. Alhamdulillah 'ala kulli hal, masih bisa saya nikmati segarnya air putih, manisnya kurma yang dimakan dengan terlebih dahulu saya potek kecil-kecil, dan dilanjutkan dengan suapan kecil dimsum yang saya bawa dari rumah. Tidak banyak, namun cukup untuk berbuka. 

Anyway, 
Bunch of Thanks to drg. Fajar Eka Saputra Sp. BM for the painless teeth extraction and deliver a good concern for the patient's respond during the treatment. All the best, Doc. Aamiin. 

ok, next, saya akan cerita pemasangan gipals (gigi palsu) saya... Itu terjadi di hari yang sama, di jam 7 malam. 

Whattaday... Masya Allah... 





Comments

Popular posts from this blog

Just a Happy Tear

Untukmu Dianti (Segaris Renungan)

Bersih Hati