Amputasi Kaki Ibu Mertua
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Pekan lalu, ibu mertua saya, menjalani tindakan aputasi yang ketiga kalinya. Amputasi pertama dan kedua adalah jari kaki, dan yangketiga ini, kaki hingga 15 cm di bawah lutut.
Sebenernya, advice amputasi kaki ini sudah digulirkan oleh dokter (kala itu dokter spesialis ortopedi), di Q4 2024. Namun ibu mertua menolak. Malah beliau emosi, karena dokter kok gampang sekali nyuruh pasien 'potong kaki' (meminjam istulah ibu mertua). Walaupun menurut saya, dokter memberikan advice berdasarkan keilmuan yang dimiliki. Bukan sekedar ambil tindakan yang cepet beres.
Seiring berjalannya waktu, ternyata kondisi badan ibu mertua tidak membaik. Diabetes dengan pola makan yang tidak terjaga, dukungan moril keluarga yang kurang hangat dan supportive (I am really sorry to be honest. But that what I saw in my hubby's family), seakan menjadikan lingkaran setan : gula tinggi - luka memburuk. Beberapa kali masuk rumah sakit untuk perawatan luka yang seakan tidak pernah tuntas. Namun waktu juga yang mengantarkan keputusan itu disetujui oleh ibu mertua. Advice dari dokter bedah, disetujui, dan tindakan dilakukan di bulan Ramadhan.
Kalau lihat secara fisik, amputasi seperti on stop solution untuk mengakhiri luka yang tidak kunjung tuntas. Setelah amputasi, jaringan rusak lepas, dan jaringan yang bagus tetap akan bagus. Tapi menurut saya, amputasi ga selesai di sini aja... Ada psikis juga yang perlu di-treatment. Well ini bukan ilmiah yang gimana-gimana, ini based on experience cabut 2 gigi seri ittuuuuuhh... Subhanallah.. masih membekas di hati. Wkwkwk...
Jadi, saya melihat ada similarity antara cabut gigi (unexpected) dengan amputasi. Jujur, fisik yang Allah ciptakan itu sungguh indah, baik secara looks maupun fungsi. Once bagian itu tidak ada, maka mindset kita juga beradaptasi dengan looks yang baru ini, serta fungsinya yang hilang. Adaptasi ini bisa mudah kalau orangnya cuek. Tapi kalau pernah didera issue self love (once up on a time) kaya saya, maka adaptasi ini menjadi butuh waktu dan support.
Untuk saya pribadi, dicabutnya 2 gigi seri itu menyebabkan saya ga berani bercermin pose tersenyum tanpa gigi palsu. Yess... untill very now this notes is written. Rasa tidak percaya diri menurun sekian persen di hadapan pak suami, padahal beliau mah ga gimana-gimana atau no issue. Tapi entahlah... Ada rasa ketidaknyamanan. Mungkin begitu juga dengan Ibu mertua. yang tadinya tubuh lengkap dengan kaki, saat ini hanya memiliki 1 kaki. Selain itu, butuh adaptasi yang besar, karena yang tadinya tubuh ditopang oleh dua kaki (atau satu setengah ya,,, karena kaki yang rusak ini juga tidak berfungsi optimal), sekarang hanya mengandalkan 1 kaki. Jikalau adaptasi ini tidak disupport oleh orang-orang terdekat, maka bisa jadi akan timbul perasaan diri tidak berguna, 'cacat', atau apapun itu.
Lalu siapa yang memiliki peran paling besar untuk mendampingi penyesuaian pasca amputasi tersebut? Menurut saya, yang pertama, bapak mertua. Kemudian, anak yang tinggal tidak jauh dari rumah ibu mertua. Kemudian, anak-anak lainnya. Kemudian para mantu (termasuk mantu bawel inih... 😂).
In the end,,, amputasi kaki ibu mertua menjadi salah satu episode di Ramadhan ini.
ya Allah... please made everything easy... Aamiin.
ya Allah... please made everything easy... Aamiin.
Comments