Skip to main content

Mengundi Nasib dan Permainan Semasa Kecil

s.p.a.s.i...s.p.a.s.i

Terinspirasi kemaren, saat melihat anak2 komples yang sedang bergiliran suit untuk giliran maen karet. Teringat aku akan permainan masa kecil dan betapa aku ingin teriak dan protes terhadap rezim yang membuat 'aturan tidak tertulis' itu.

Pertama, mainan congklak atau dakon.

Seingetku, ada aturan yang menyatakan bahwa saat kita menjalankan biji congklak, kita ga boleh menghitung berapa jumlah biji yang ada di wadah awal (yang akan kita ambil); trus kita juga ga boleh hitung-hitungan kira-kira dimana tempat berhenti kita. Kita hanya boleh pilih satu tempat, trus langsung deh dijalanin biji congklaknya. Dan faktor terpenting di sini adalah luck. Kalo hoki, maka akan ngider dalam waktu lama dan lumbung besarnya akan terisi biji yang banyak. Tapi kalo ciong, paling baru beberapa langkah udah 'mati'.

Well, kalo itu adalah seperti sebuah 'pembentukan karakter' yang salah sedari kecil. Bagaimana tidak, sedari kecil nampaknya kita diajarkan untuk mengandalkan hoki, bukan perhitungan. Coba keadaannya dibalik. Biarkan sewaktu bermain congklak, si pemain menghitung-hitung dari mana ia akan menjalankan bijinya, trus... make decission, dan siap terhadap konsekuensinya. Konsekuensinya bisa mati di suatu tempat setelah ngider lama, atau mati di satu tempat tapi 'nembak' biji congklak lawan dalam jumlah banyak.

Dan ...Bukankah hidup seperti itu tho? Semua perlu diperhitungkan dan diketahui konsekuensinya, trus pilihlah suatu pilihan yang konsekuensinya paling siap untuk dihadapi. Dan pilihan (selama itu berada dalam koridor norma agama) kurasa tidak akan salah. Karena toh kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya, kita hanya coba 'memproyeksi' konsekuensinya. Dan setiap pilihan punya konsekuensi. Betul kan...

OK. Next adalah suit dalam permainan karet.
Duh... Aku memang paling ga suka untuk hal-hal yang berbau mistis, judi, khamr. That's why bahkan suit aja jadi perhatian utamaku. Kemaren aku lihat sekumpulan anak melakukan suit untuk giliran loncat di permainan karet. Ya ampyuuuunnn... Kenapa untuk hal giliran loncat karet aja pake ngundi nasib kaya gitu siyh? Yang menang suit (which is, walopun ada teori probabilitas untuk suit, tapi kan kita ga menang atau kalah suit itu di luar kehendak kita, ga bisa diupayakan) giliran pertama jalan, yang menang selanjutnya giliran selanjutnya, dan 2 yang kalah adalah yang 'jaga'. Duh, anak-anak, kenapa siyh sistemnya tidak berubah.

Niyh sistem barunya. Bikin aja kompetisi mini untuk memperebutkan giliran pertama. Misalkan, balapan lari sampe rumah Pak A (tentunya jarak dekat untuk spint yah), dengan begitu kan anak-anak punya motivasi dan akan berupaya keras untuk sprint secepat-cepatnya demi mendapat reward, yaitu giliran pertama loncat karet. Lebih adil dan menenteramkan kan[halah. ko kaya tag nya Bank Syariah???]. Atau kalo mo pake cara damai, ya... legowo-legowoan aja deyh, bilang secara lisan siapa yang mau giliran pertama, kedua, dan seterusnya. Termasuk siapa yang mau jaga. Kalo pada berebut, cobalah anak2 itu belajar berdiskusi / melobi.

Intinya, aku itu paling sebel sama mitos yang berbau hoki-hoki an. All already written in one's fate. Memang ada hal-hal yang unpredictable yang ga terduga, misalkan dapet bonus A hadiah B de el el. Dan ... menurutku itu memang sudah tertulis di takdirnya, bukan 'hoki' dari orang itu. Yang aku percaya, kalo kota pengen sesuatu, semua musti si ikhtiarkan dan ditawakalkan dan diminta dari Dia.

Allahu A'lam bish Showab. Maaf atas pilihan aksara yang terkesan 'berapi-api'.
16/5/2007 (menjelang long weekend) WA Lt. 11 jam 9.39

Comments

Popular posts from this blog

Just a Happy Tear

Just A Happy Tear Just a tear and a warm smile Far away of thousand miles And a gentle whisper pray Watching you fly away Leaving this hectic world Leaving all the suffers Leaving all the damns Go to The Most Gracious The Most Merciful Be your Angel's Mom and Dad and proud we all You guys.. The Rijalush Sholihiin Have no propper place in this tiny world Only heaven could answer your Beg Just a happy tear I have Begging to be one of your friend (dedicated to Imad Aqil, Fatih Farahat & All The Syahid Palestinians)

Untukmu Dianti (Segaris Renungan)

s.p.a.s.i...s.p.a.s.i Dianti... Apakah sekam itu tetap kau pendam dan tidak kau jadikan ia padam? Kau sadar bahwa hatimu sudah lelah Rasanya kau belum berupaya sepenuhnya pasrah Dianti ... Bukanlah suatu hal yang nista ketika kau jujur pada dirimu sendiri Bahwa ego itu musti kau letakkan di titik terendahnya Tuk jujur pada dirimu dan pada dunia bahwa kau pernah rapuh Dianti ... Ya, kau bukan malaikat Hatimu bisa tergores dan kemudian perih Tapi tidak ada luka yang tidak kering Asalkan kau rawat luka itu untuk kau sembuhkan Dan kemudian lupakan bahwa kau pernah terluka Dianti ... Kau tau kau memiliki hari-hari indah Bersama orang-orang yang menyayangimu Dianti ... Energimu besar bagai sumber kinetik di muka bumi ini Ulangi lagi saat kau gerus energimu untuk hal yang menyibukkan pikiranmu Untuk semua kebaikan yang dapat kauhasilkan Sehingga kau lelah fisik Bersamaan kau bahagia secara psikis Dianti... Nampaknya Kau belum sepenuhnya mengembalikan semua persoalanmu padaNya. Apa yang menyul...

Bersih Hati

s.p.a.s.i...s.p.a.s.i Kalau ingat nasyid yang pernah populer di awal tahun 2000an, yang dipelopori oleh Aa Gym, yang judulnya 'Jagalah Hati', sepertinya nasyid ini adalah nasyid yang menjadi pelajaran abadi. Bagaimana tidak, bersih hati itu susah luar biasa untuk gwe. Tapi coba kasih tau deh, gimana kita bisa bersih hati jika berhadapan sama orang, yang kita tau track record orang itu adalah hm... ringan berbohong. Entahlah... mungkin emamng hati gw lagi kotor banget kali ya. Munajat gw sama Allah jauh di bawah standar kelayakan. Ya Rabb, betapa enaknya orang yang hatinya bisa bersih. Tanpa prasangka, tanpa cemas, tanpa khawatir. Moga gwe bisa berlatih terus membersihkan hari gw. Aamiin.