s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Tulisan ini dilhami setelah kemarin aku interview di sebuah PMA di Jakarta. Posisi yang dibutuhkan adalah sales dan engineer.
Jika ditanya apakah aku bersedia jadi sales, maka jawabanku pastilah tidak tegas ya atau tidak. Ini adalah pekerjaan yang seru. Dimana kita akan mem persuade orang lain agar ia membeli jasa atau barang kita. Yang aku khawatirkan dari model pekerjaan ini adalah apabila income nya hanya berdasarkan penjualan, dan tidak ada fix income. Kalo modelnya begini ya... namanya unlimited income. Dari minus tak terhingga sampai plus tak terhingga. Dan yang ga bikin percaya diri adalah kalau dikerjakan seorang diri. Kalau dengan tim, rasanya lebih pede.
Namun ternyata yang dikhawatirkan inteviewer padaku mengenai pekerjaan salas adalah ... 'culture' pekerjaannya (secara Beliau melihat kostumku yang ga cocok untuk berada di lingkungan night life. ???... ). Beliau bercerita, kadang di dunia per- sales- an itu ada hal-hal yang lebih nyaman dibicarakan setelah jam kantor. Kadang klien nya minta ketemuan berdua aja di suatu kafe / resto tertentu (pokonya tempat yang enak buat bicara), mengenai waktu, so pastilah malam. Kadang juga ada klien yang bertingkah 'macam-macam'. Si interviewer juga berharap, semoga dia kuat untuk ga ikut-ikutan kelakuan klien. Truz... cerita lain lagi, masalah 'take and give' order. Maksudnya, ada saja klien (person) yang minta suatu 'reward' dari perisahaan si sales apabila sales itu berhasil menjual barang / jasanya ke perusahaan klien/ Walah...
Akhirnya kami sampai pada suatu kesimpulan bahwa bidang sales ga cocok buatku. Mungkin engineer lebih cocok. Kalo aku pribadi, culture pekerjaan yang seperti itu (kondisi pekerjaan sales yang dijelaskan di paragraf sebelumnya)bukan pilihanku. Hm... gimana yah, aku ko melihat akan banyak mengundang mudharat, baik untuk aku pribadi, keluarga (apalagi kelak pabila aku sudah berkeluarga nanti), atau identitas lain yang aku bawa. However, itu adalah sebuah pilihan. Kuyakin ada orang lain yang lebih pas memilih bidang ini.
Satu pertanyaan. Ehm, semoga dunia penjualan atau sales di negeri ini hanya nol koma nol sekian persen saja yang begitu ya... Sales dan buyer yang benar-benar hanya bertransaksi urusan pekerjaan. Yang dilakukan dalam batas-batas prosedur yang sudah disepakati. Bukankah perniagaan itu suatu hal yang indah apabila dikerjakan sesuai jalurnya??
Allahu A'lam bishShowab.
Maaf untuk kesalahan penyimpulan
End of May 2007.
WA Lt. 11 jam 7.
menjelang monthly reporting.
Menuliskan apa yang terlintas di pikiran, terbersit di hati, terekam indera, dan terlintas di angan.
spasi spasi
Bagai kumpulan text, perlu ruang kosong untuk dapat membacanya dengan jelas.
Bagai lokasi, perlu jarak untuk membuatnya tidak sesak.
Bagai runutan peristiwa, perlu jeda untuk mampu mengenang episode yang sudah dilalui.
Bagai gerak, perlu kejap tarikan nafas untuk terus melaju
Thursday, May 31, 2007
Thursday, May 24, 2007
Kadang Teman Baik Lebih Mengenal Diri Kita Dibandingkan Kita
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Kemaren sore, ketemuan sama Liends untuk ambil contoh produk, save foto tim gonjreng, lihat foto-foto walimahnya Liends, dan memamerkan ke Beliau movie maker karya amatir-an ku. :)
Dan, dalam suatu spot pembicaraan kami, baru ketahuan bahwa ada sisi rapuhku yang belum benar sekali recoverynya. Dan Liends menyadarkan aku akan sisi itu. Ternyata Liends lebih kenal diriku daripada aku sendiri. Yup, saat alam sadarku menyatakan bahwa 'Hey !!! I'm done with that. My recovery is well done'; ternyata alam bawah sadarku menyatakan 'Dianti, U'r not OK!'.
Yup... Selama kami berinteraksi, Liends aware bahwa kadang apa yang aku utarakan adalah sesuatu yang menggambarkan kerapuhanku. Walaupun aku berkata : 'I'm OK Mba... ' tapi ... he..he..
Alhamdulillah diingetin. Dengan begitu, rasanya aku perlu jujur sama diri sendiri bahwa... sisi rapuh itu musti diakui keberadaannya, dan direcovery sesunguh-sungguhnya. Dan moga 'sakit' itu sembuh sebenar-benarnya.
WA Lt. 11 jam 6.46 24/5/2007
lagi chatting sama Sukma yang ... freak...
[pastinya dia marah kalo dibilang freak].
Kemaren sore, ketemuan sama Liends untuk ambil contoh produk, save foto tim gonjreng, lihat foto-foto walimahnya Liends, dan memamerkan ke Beliau movie maker karya amatir-an ku. :)
Dan, dalam suatu spot pembicaraan kami, baru ketahuan bahwa ada sisi rapuhku yang belum benar sekali recoverynya. Dan Liends menyadarkan aku akan sisi itu. Ternyata Liends lebih kenal diriku daripada aku sendiri. Yup, saat alam sadarku menyatakan bahwa 'Hey !!! I'm done with that. My recovery is well done'; ternyata alam bawah sadarku menyatakan 'Dianti, U'r not OK!'.
Yup... Selama kami berinteraksi, Liends aware bahwa kadang apa yang aku utarakan adalah sesuatu yang menggambarkan kerapuhanku. Walaupun aku berkata : 'I'm OK Mba... ' tapi ... he..he..
Alhamdulillah diingetin. Dengan begitu, rasanya aku perlu jujur sama diri sendiri bahwa... sisi rapuh itu musti diakui keberadaannya, dan direcovery sesunguh-sungguhnya. Dan moga 'sakit' itu sembuh sebenar-benarnya.
WA Lt. 11 jam 6.46 24/5/2007
lagi chatting sama Sukma yang ... freak...
[pastinya dia marah kalo dibilang freak].
Wednesday, May 23, 2007
All We Can DO is Ikhtiar
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Ada 2 peristiwa yang ngingetin aku lagi, bahwa apapun daya upaya yang kita lakukan, DIA lah penentu terakhir terwujud atau tidaknya tujuan itu.
Peristiwa pertama :
Aku janjian sama Liends untuk ketemuan di kantornya dia. Rencana sudah disusun mantap. Walaupun dengan kondisi, kepalaku pusing sangat akibat asap rokok yang kuhirup di Tanah Abang di siang harinya. Namun aku paksakan untuk mau ke tempatnya Liends. Jam sudah disepakati, dah bahkan yang tadinya sudah nunggu bus, ALhamdulillah ada seat kosong di mobil yang biasa aku tebengin. :) Di jalan masih SMS-SMS an. Mengabarkan aku on the way, kurang lebih sampai lokasi dalam sekian menit. Dan... sampailan di perempatan Arion (lokasi aku turun untuk menuju kantornya yang berseberangan dengan Arion). Dimana hujan sudah turun dengan lumayan deras, dan... para Ibu-Ibu di mobil itu bilang : 'Udah Dianti... loe telpon temen loe aja, ketemuannya ga jadi. Repot niyh, ujan.'. Selain itu, pusing yang menerpa dari siang belum juga hilang. Dan decission itu akhirnya terbentuk juga : aku cancel ketemuan dengan Liends. Aku SMS Beliau. Beliau mengerti.
Peristiwa Kedua : Lagi nunggu Miss Wio. Dah janjian mo nebeng Beliau. Pas sudah mendekati waktu yang disepakati, kulihat Bu Yesi berjalan menuju Merdeka Selatan. Kupanggil Beliau, dan kubilang bahwa ada 1 seat kosong di mobilnya Miss Wio. Beliau bisa ikut Miss Wio. Dan aku (ALhamdulillah), ikutan Melda yang masih nunggu jemputannya. Padahal 30 menit sebelumnya, aku udah bilang ke Melda : Makasih ya, aku ikutan Miss Wio, ga ikutan mobilmu. 'Alaa Kulli Hal, semua bisa berubah di last minute. Subhanallah...
Itu peristiwa-peristiwa simple. Dan... pasti banyak orang-orang di luar sana yang pernah ngelamin yang lebih heboh dari ini, dan lebih bisa ngerasain bahwa : We can do nothing but ikhtiar (yang disempurnakan) dan tawakal.
WA Lt. 11 jam 7.41 AM 23/5/2007
Ada 2 peristiwa yang ngingetin aku lagi, bahwa apapun daya upaya yang kita lakukan, DIA lah penentu terakhir terwujud atau tidaknya tujuan itu.
Peristiwa pertama :
Aku janjian sama Liends untuk ketemuan di kantornya dia. Rencana sudah disusun mantap. Walaupun dengan kondisi, kepalaku pusing sangat akibat asap rokok yang kuhirup di Tanah Abang di siang harinya. Namun aku paksakan untuk mau ke tempatnya Liends. Jam sudah disepakati, dah bahkan yang tadinya sudah nunggu bus, ALhamdulillah ada seat kosong di mobil yang biasa aku tebengin. :) Di jalan masih SMS-SMS an. Mengabarkan aku on the way, kurang lebih sampai lokasi dalam sekian menit. Dan... sampailan di perempatan Arion (lokasi aku turun untuk menuju kantornya yang berseberangan dengan Arion). Dimana hujan sudah turun dengan lumayan deras, dan... para Ibu-Ibu di mobil itu bilang : 'Udah Dianti... loe telpon temen loe aja, ketemuannya ga jadi. Repot niyh, ujan.'. Selain itu, pusing yang menerpa dari siang belum juga hilang. Dan decission itu akhirnya terbentuk juga : aku cancel ketemuan dengan Liends. Aku SMS Beliau. Beliau mengerti.
Peristiwa Kedua : Lagi nunggu Miss Wio. Dah janjian mo nebeng Beliau. Pas sudah mendekati waktu yang disepakati, kulihat Bu Yesi berjalan menuju Merdeka Selatan. Kupanggil Beliau, dan kubilang bahwa ada 1 seat kosong di mobilnya Miss Wio. Beliau bisa ikut Miss Wio. Dan aku (ALhamdulillah), ikutan Melda yang masih nunggu jemputannya. Padahal 30 menit sebelumnya, aku udah bilang ke Melda : Makasih ya, aku ikutan Miss Wio, ga ikutan mobilmu. 'Alaa Kulli Hal, semua bisa berubah di last minute. Subhanallah...
Itu peristiwa-peristiwa simple. Dan... pasti banyak orang-orang di luar sana yang pernah ngelamin yang lebih heboh dari ini, dan lebih bisa ngerasain bahwa : We can do nothing but ikhtiar (yang disempurnakan) dan tawakal.
WA Lt. 11 jam 7.41 AM 23/5/2007
kacamata
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Yup, aku berteman dengannya sejak SMU kelas 3. Waktu itu, rabun jauhnya masih 0.5. masih bisa ditolerir. dan sekarang, minusnya (terakhir periksa 2 tahun an lalu) menjadi minus 1. Kacamata pun di-adjust lensa dan frame nya.
Aku memang ga bergantung sekali sama benda satu ini. Aku akan dependent ke dia di event seperti meeting, training, pokoknya hal-hal yang membutuhkan aku untuk fokus melihat sesuatu dari jarak jauh. Dan sekarang, nampaknya dependent itu akan naik levelnya. Kacamata yang sekarang udah ga reliable. Rasanya kurang bisa memenuhi kebutuhan melihatku.
kalo udah gini, baru deyh nyadar akan nikmatnya penglihatan normal tanpa bantuan alat bantu. Kalo boleh pengakuan dosa, kadang aku ngasal memperlakukan organ yang satu itu. Tidak membaca dalam jarak normal, berlama-lama di depan kompie, kadang membaca di tempat yang penerangannya ga bagus. Duh... ternyata tidak memaintain sesuatu akan menyusahkan kita juga yah.
Rencananya dalam waktu dekat, aku akan update kabar dari sepasang organ ini. Semoga baik-baik saja, dan rasanya musti 'memaksa'kan diri untuk memperlakukan mereka dengan baik.
WA Lt. 11 jam 2.24 PM tanggal 22/5/2007
Yup, aku berteman dengannya sejak SMU kelas 3. Waktu itu, rabun jauhnya masih 0.5. masih bisa ditolerir. dan sekarang, minusnya (terakhir periksa 2 tahun an lalu) menjadi minus 1. Kacamata pun di-adjust lensa dan frame nya.
Aku memang ga bergantung sekali sama benda satu ini. Aku akan dependent ke dia di event seperti meeting, training, pokoknya hal-hal yang membutuhkan aku untuk fokus melihat sesuatu dari jarak jauh. Dan sekarang, nampaknya dependent itu akan naik levelnya. Kacamata yang sekarang udah ga reliable. Rasanya kurang bisa memenuhi kebutuhan melihatku.
kalo udah gini, baru deyh nyadar akan nikmatnya penglihatan normal tanpa bantuan alat bantu. Kalo boleh pengakuan dosa, kadang aku ngasal memperlakukan organ yang satu itu. Tidak membaca dalam jarak normal, berlama-lama di depan kompie, kadang membaca di tempat yang penerangannya ga bagus. Duh... ternyata tidak memaintain sesuatu akan menyusahkan kita juga yah.
Rencananya dalam waktu dekat, aku akan update kabar dari sepasang organ ini. Semoga baik-baik saja, dan rasanya musti 'memaksa'kan diri untuk memperlakukan mereka dengan baik.
WA Lt. 11 jam 2.24 PM tanggal 22/5/2007
Wednesday, May 16, 2007
Review (lagi) Tentang Blog Ini
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Mencoba teteup konsisten dengan apa yang aku rencanakan :
1. Blog ini aku orientasikan pada content, bukan tampilan ataw display (secara kata para compie-techist, tampulan yang rame bikin berat ngebukanya. Padahl siyh dibalik itu, aku memang punya level gaptek yang cenderung tnggi. ha..ha..=)) ).
2. Blog ini juga sebenarnya sarana sosialisasiku di dunia maya. Nah, PR ku adalah bikin shotbox dan menanggapi dengan itikad baik comment-comment yang masuk. kapan yah???
3. Tulisan2nya hanya dikelompokkan dari archieve nya saja, belom dikasih label ataw tema. Masih bimbang, perlu apa ngga ya, tiap posting tulisan dikelompokkan berdasarkan temanya. Kalo ya, Whew... bakalan work hard neyh. Sampe tulisan ini dibuat, udah 140 posts yang terpublish.
4. Mencoba tampil dengan konsep simplicity (apa mati gaya?? :P ). That's why template yang dipilih pun simple dan ehm... old-fashioned juga kayanya.
ocred deyh. Whatever it is... teteup blogging.
Keluarkan honey & toxic yang mengendap di otak dan hati. cie...
WA Lt. 11 jam 3.32 PM 16/5/2007
sebelum aku shalat Ashar
Mencoba teteup konsisten dengan apa yang aku rencanakan :
1. Blog ini aku orientasikan pada content, bukan tampilan ataw display (secara kata para compie-techist, tampulan yang rame bikin berat ngebukanya. Padahl siyh dibalik itu, aku memang punya level gaptek yang cenderung tnggi. ha..ha..=)) ).
2. Blog ini juga sebenarnya sarana sosialisasiku di dunia maya. Nah, PR ku adalah bikin shotbox dan menanggapi dengan itikad baik comment-comment yang masuk. kapan yah???
3. Tulisan2nya hanya dikelompokkan dari archieve nya saja, belom dikasih label ataw tema. Masih bimbang, perlu apa ngga ya, tiap posting tulisan dikelompokkan berdasarkan temanya. Kalo ya, Whew... bakalan work hard neyh. Sampe tulisan ini dibuat, udah 140 posts yang terpublish.
4. Mencoba tampil dengan konsep simplicity (apa mati gaya?? :P ). That's why template yang dipilih pun simple dan ehm... old-fashioned juga kayanya.
ocred deyh. Whatever it is... teteup blogging.
Keluarkan honey & toxic yang mengendap di otak dan hati. cie...
WA Lt. 11 jam 3.32 PM 16/5/2007
sebelum aku shalat Ashar
Jam Analog VS Jam Digital
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Walupun sama-sama jam, aku lebih bisa melihat jam analog dibandingkan jam digital.
Mungkin karena terbiasa aja kali yah. Tapi sungguh beda feeling dan soulnya (deuu bahasanya euy). Dengan melihat jam analog, aku sepertinya bisa memetakan waktuku. Maksudnya, tergambar dengan jelas tentang berapa lama lagi batas waktuku dalam mengerjakan sesuatu. Misalkan, aku biasa berangkat ngantor jam 5.30; Dengan jam analog, yang menunjukkan jarum pendek di angka 5 dan jarum panjang di angka 4, aku lebih bisa memetakan diriku bahwa aku hanya punya waktu 10 menit untuk kemudian go dari rumah.
Dengan jam digital, kurasa aku hanya mampu 'mengetahui' waktu pada saat aku melihat jam tersebut. Rasanya sulit mengira-ngira berapa lama lagi mapping time-limit ku.
Ehm... sekarang kan era nya digital yah.
Al Quran juga ada yang digital, dan... whew,,, barang secanggih itu tapi ko ga membuatku mampu membaca dengan nyaman yah. heran... Masih enakan yang versi buku.
Truz... apalagi yang digital. Ehm... spedometer digital. Nah... ntu tuh. Beda juga rasanya. Emang siyh aku ga nyetir (tapi pernah nebeng mobil dengan kedua jenis spedo ini). Kalo lihat spedo yang digital, ko kayanya 'ribet' yah, soalnya ga terlalu kelihatan naik ataw turunnya jarum pengukur kecepatan itu.
OK deyh.
Semoga itu hanya menunjukkan style dan bukan menjadi parameter ke gaptek an. he..he..
WA Lt 11 jam 3.22 16/5/2007;
beberapa saat setelah submit report dan nasib reconsile yang masih menggantung.
Dengan semangat : Reconsile tiada akhir. suit--suit-- :))
Walupun sama-sama jam, aku lebih bisa melihat jam analog dibandingkan jam digital.
Mungkin karena terbiasa aja kali yah. Tapi sungguh beda feeling dan soulnya (deuu bahasanya euy). Dengan melihat jam analog, aku sepertinya bisa memetakan waktuku. Maksudnya, tergambar dengan jelas tentang berapa lama lagi batas waktuku dalam mengerjakan sesuatu. Misalkan, aku biasa berangkat ngantor jam 5.30; Dengan jam analog, yang menunjukkan jarum pendek di angka 5 dan jarum panjang di angka 4, aku lebih bisa memetakan diriku bahwa aku hanya punya waktu 10 menit untuk kemudian go dari rumah.
Dengan jam digital, kurasa aku hanya mampu 'mengetahui' waktu pada saat aku melihat jam tersebut. Rasanya sulit mengira-ngira berapa lama lagi mapping time-limit ku.
Ehm... sekarang kan era nya digital yah.
Al Quran juga ada yang digital, dan... whew,,, barang secanggih itu tapi ko ga membuatku mampu membaca dengan nyaman yah. heran... Masih enakan yang versi buku.
Truz... apalagi yang digital. Ehm... spedometer digital. Nah... ntu tuh. Beda juga rasanya. Emang siyh aku ga nyetir (tapi pernah nebeng mobil dengan kedua jenis spedo ini). Kalo lihat spedo yang digital, ko kayanya 'ribet' yah, soalnya ga terlalu kelihatan naik ataw turunnya jarum pengukur kecepatan itu.
OK deyh.
Semoga itu hanya menunjukkan style dan bukan menjadi parameter ke gaptek an. he..he..
WA Lt 11 jam 3.22 16/5/2007;
beberapa saat setelah submit report dan nasib reconsile yang masih menggantung.
Dengan semangat : Reconsile tiada akhir. suit--suit-- :))
Mengundi Nasib dan Permainan Semasa Kecil
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Terinspirasi kemaren, saat melihat anak2 komples yang sedang bergiliran suit untuk giliran maen karet. Teringat aku akan permainan masa kecil dan betapa aku ingin teriak dan protes terhadap rezim yang membuat 'aturan tidak tertulis' itu.
Pertama, mainan congklak atau dakon.
Seingetku, ada aturan yang menyatakan bahwa saat kita menjalankan biji congklak, kita ga boleh menghitung berapa jumlah biji yang ada di wadah awal (yang akan kita ambil); trus kita juga ga boleh hitung-hitungan kira-kira dimana tempat berhenti kita. Kita hanya boleh pilih satu tempat, trus langsung deh dijalanin biji congklaknya. Dan faktor terpenting di sini adalah luck. Kalo hoki, maka akan ngider dalam waktu lama dan lumbung besarnya akan terisi biji yang banyak. Tapi kalo ciong, paling baru beberapa langkah udah 'mati'.
Well, kalo itu adalah seperti sebuah 'pembentukan karakter' yang salah sedari kecil. Bagaimana tidak, sedari kecil nampaknya kita diajarkan untuk mengandalkan hoki, bukan perhitungan. Coba keadaannya dibalik. Biarkan sewaktu bermain congklak, si pemain menghitung-hitung dari mana ia akan menjalankan bijinya, trus... make decission, dan siap terhadap konsekuensinya. Konsekuensinya bisa mati di suatu tempat setelah ngider lama, atau mati di satu tempat tapi 'nembak' biji congklak lawan dalam jumlah banyak.
Dan ...Bukankah hidup seperti itu tho? Semua perlu diperhitungkan dan diketahui konsekuensinya, trus pilihlah suatu pilihan yang konsekuensinya paling siap untuk dihadapi. Dan pilihan (selama itu berada dalam koridor norma agama) kurasa tidak akan salah. Karena toh kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya, kita hanya coba 'memproyeksi' konsekuensinya. Dan setiap pilihan punya konsekuensi. Betul kan...
OK. Next adalah suit dalam permainan karet.
Duh... Aku memang paling ga suka untuk hal-hal yang berbau mistis, judi, khamr. That's why bahkan suit aja jadi perhatian utamaku. Kemaren aku lihat sekumpulan anak melakukan suit untuk giliran loncat di permainan karet. Ya ampyuuuunnn... Kenapa untuk hal giliran loncat karet aja pake ngundi nasib kaya gitu siyh? Yang menang suit (which is, walopun ada teori probabilitas untuk suit, tapi kan kita ga menang atau kalah suit itu di luar kehendak kita, ga bisa diupayakan) giliran pertama jalan, yang menang selanjutnya giliran selanjutnya, dan 2 yang kalah adalah yang 'jaga'. Duh, anak-anak, kenapa siyh sistemnya tidak berubah.
Niyh sistem barunya. Bikin aja kompetisi mini untuk memperebutkan giliran pertama. Misalkan, balapan lari sampe rumah Pak A (tentunya jarak dekat untuk spint yah), dengan begitu kan anak-anak punya motivasi dan akan berupaya keras untuk sprint secepat-cepatnya demi mendapat reward, yaitu giliran pertama loncat karet. Lebih adil dan menenteramkan kan[halah. ko kaya tag nya Bank Syariah???]. Atau kalo mo pake cara damai, ya... legowo-legowoan aja deyh, bilang secara lisan siapa yang mau giliran pertama, kedua, dan seterusnya. Termasuk siapa yang mau jaga. Kalo pada berebut, cobalah anak2 itu belajar berdiskusi / melobi.
Intinya, aku itu paling sebel sama mitos yang berbau hoki-hoki an. All already written in one's fate. Memang ada hal-hal yang unpredictable yang ga terduga, misalkan dapet bonus A hadiah B de el el. Dan ... menurutku itu memang sudah tertulis di takdirnya, bukan 'hoki' dari orang itu. Yang aku percaya, kalo kota pengen sesuatu, semua musti si ikhtiarkan dan ditawakalkan dan diminta dari Dia.
Allahu A'lam bish Showab. Maaf atas pilihan aksara yang terkesan 'berapi-api'.
16/5/2007 (menjelang long weekend) WA Lt. 11 jam 9.39
Terinspirasi kemaren, saat melihat anak2 komples yang sedang bergiliran suit untuk giliran maen karet. Teringat aku akan permainan masa kecil dan betapa aku ingin teriak dan protes terhadap rezim yang membuat 'aturan tidak tertulis' itu.
Pertama, mainan congklak atau dakon.
Seingetku, ada aturan yang menyatakan bahwa saat kita menjalankan biji congklak, kita ga boleh menghitung berapa jumlah biji yang ada di wadah awal (yang akan kita ambil); trus kita juga ga boleh hitung-hitungan kira-kira dimana tempat berhenti kita. Kita hanya boleh pilih satu tempat, trus langsung deh dijalanin biji congklaknya. Dan faktor terpenting di sini adalah luck. Kalo hoki, maka akan ngider dalam waktu lama dan lumbung besarnya akan terisi biji yang banyak. Tapi kalo ciong, paling baru beberapa langkah udah 'mati'.
Well, kalo itu adalah seperti sebuah 'pembentukan karakter' yang salah sedari kecil. Bagaimana tidak, sedari kecil nampaknya kita diajarkan untuk mengandalkan hoki, bukan perhitungan. Coba keadaannya dibalik. Biarkan sewaktu bermain congklak, si pemain menghitung-hitung dari mana ia akan menjalankan bijinya, trus... make decission, dan siap terhadap konsekuensinya. Konsekuensinya bisa mati di suatu tempat setelah ngider lama, atau mati di satu tempat tapi 'nembak' biji congklak lawan dalam jumlah banyak.
Dan ...Bukankah hidup seperti itu tho? Semua perlu diperhitungkan dan diketahui konsekuensinya, trus pilihlah suatu pilihan yang konsekuensinya paling siap untuk dihadapi. Dan pilihan (selama itu berada dalam koridor norma agama) kurasa tidak akan salah. Karena toh kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya, kita hanya coba 'memproyeksi' konsekuensinya. Dan setiap pilihan punya konsekuensi. Betul kan...
OK. Next adalah suit dalam permainan karet.
Duh... Aku memang paling ga suka untuk hal-hal yang berbau mistis, judi, khamr. That's why bahkan suit aja jadi perhatian utamaku. Kemaren aku lihat sekumpulan anak melakukan suit untuk giliran loncat di permainan karet. Ya ampyuuuunnn... Kenapa untuk hal giliran loncat karet aja pake ngundi nasib kaya gitu siyh? Yang menang suit (which is, walopun ada teori probabilitas untuk suit, tapi kan kita ga menang atau kalah suit itu di luar kehendak kita, ga bisa diupayakan) giliran pertama jalan, yang menang selanjutnya giliran selanjutnya, dan 2 yang kalah adalah yang 'jaga'. Duh, anak-anak, kenapa siyh sistemnya tidak berubah.
Niyh sistem barunya. Bikin aja kompetisi mini untuk memperebutkan giliran pertama. Misalkan, balapan lari sampe rumah Pak A (tentunya jarak dekat untuk spint yah), dengan begitu kan anak-anak punya motivasi dan akan berupaya keras untuk sprint secepat-cepatnya demi mendapat reward, yaitu giliran pertama loncat karet. Lebih adil dan menenteramkan kan[halah. ko kaya tag nya Bank Syariah???]. Atau kalo mo pake cara damai, ya... legowo-legowoan aja deyh, bilang secara lisan siapa yang mau giliran pertama, kedua, dan seterusnya. Termasuk siapa yang mau jaga. Kalo pada berebut, cobalah anak2 itu belajar berdiskusi / melobi.
Intinya, aku itu paling sebel sama mitos yang berbau hoki-hoki an. All already written in one's fate. Memang ada hal-hal yang unpredictable yang ga terduga, misalkan dapet bonus A hadiah B de el el. Dan ... menurutku itu memang sudah tertulis di takdirnya, bukan 'hoki' dari orang itu. Yang aku percaya, kalo kota pengen sesuatu, semua musti si ikhtiarkan dan ditawakalkan dan diminta dari Dia.
Allahu A'lam bish Showab. Maaf atas pilihan aksara yang terkesan 'berapi-api'.
16/5/2007 (menjelang long weekend) WA Lt. 11 jam 9.39
Tidak Semua Bisa Kuungkap
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Ingin benar rasanya aku bisa mentransformasikan semua bentuk perasaan dan nalar ke dalam susunan aksara.
Namun sejauh yang aku temui, sejauh aksara yangkukenal, rasanya belum pas untuk 'berbicara' mengenai semua yang aku rasakan dan nalarkan.
Mungkin ini keterbatasanku dalam berbahasa.
Ataw... apa semua orang, se-ekspresif apapun dia, ada saja yang tidak bisa dia bahasakan baik lisan atau tulisan?
Dan ... itu memang membuktikan bahwa ilmu manusia itu berbatas dan terbatas dan dibatasi [halah !].
But Allah is the most knowest for everything hidden or looked.
IA yang Maha Tahu kebahagiaanku ataupun kegundahanku, bahkan lebih tau dan lebih paham dari diriku sendiri.
Intinya, kalau emang qta ga bisa mengungkap sesuatu, ya tidak perlu dipaksakan. Sampaikan saja ke Yang Maha Tahu itu.
WA Lt. 11 jam 2.17 PM 15/5/2007
Ingin benar rasanya aku bisa mentransformasikan semua bentuk perasaan dan nalar ke dalam susunan aksara.
Namun sejauh yang aku temui, sejauh aksara yangkukenal, rasanya belum pas untuk 'berbicara' mengenai semua yang aku rasakan dan nalarkan.
Mungkin ini keterbatasanku dalam berbahasa.
Ataw... apa semua orang, se-ekspresif apapun dia, ada saja yang tidak bisa dia bahasakan baik lisan atau tulisan?
Dan ... itu memang membuktikan bahwa ilmu manusia itu berbatas dan terbatas dan dibatasi [halah !].
But Allah is the most knowest for everything hidden or looked.
IA yang Maha Tahu kebahagiaanku ataupun kegundahanku, bahkan lebih tau dan lebih paham dari diriku sendiri.
Intinya, kalau emang qta ga bisa mengungkap sesuatu, ya tidak perlu dipaksakan. Sampaikan saja ke Yang Maha Tahu itu.
WA Lt. 11 jam 2.17 PM 15/5/2007
Style Baca Blog
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Ini juga unik. Tiap orang pastinya punya style untu baca blog.
Kalo aku, secara aku tipe yang sekuensial, jika berminat sekali terhadap suatu blog, aku akan baca dari postingan awal sampai yang terkini, semuanya.
Temanku yang namanya Liends, dia akan baca blog berdasarkan judul yang 'eye-catching'.
Temanku yang namanya Melda, lihat dari tema / topik nya.
Hm... ada yang punya style lain ga yah??
WA Lt. 11 jam 8.13 15/5/2007
Ini juga unik. Tiap orang pastinya punya style untu baca blog.
Kalo aku, secara aku tipe yang sekuensial, jika berminat sekali terhadap suatu blog, aku akan baca dari postingan awal sampai yang terkini, semuanya.
Temanku yang namanya Liends, dia akan baca blog berdasarkan judul yang 'eye-catching'.
Temanku yang namanya Melda, lihat dari tema / topik nya.
Hm... ada yang punya style lain ga yah??
WA Lt. 11 jam 8.13 15/5/2007
Minat Baca
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Pagi ini gwe sedikit ngoprek tentang suatu topik yang memprihatinkan di negara kita, yaitu minat baca. Data-data kuantitatif yang gwe dapat hanya tentang membaca koran, yaitu kalo di Indonesia 1 koran hanya dibaca oleh 10 orang, padahal idealnya 1 koran dibaca oleh 45 orang. Untuk buku, gwe ga sempat cari-cari data kuantitatifnya.
Intinya, Dari beberapa artikel, beberapa kesimpulan (yang menjadi perhatian lebih untukku) minat baca yang rendah itu disebabkan oleh :
1. Mahalnya harga buku-buku, jadi males aja beli buku.
2. Di zaman sekarang, pemereintah (nampaknya) kurang punya kebiasaan memanfaatkanwaktu untuk membca buku, lain seperti zamannya Pak Karno & Pak Hatta. So, jarang sekali ditemukan perpustakaan sederhana di sudut-sudut kota. lain kalo di jaman dulu. Ada yang mencotohkan dia tiap pulang sekolah pergi ke perpustakaan di deket Jatinegara, yang disana tersedia literatur sastra Indonesia dan Belanda. keren euy ...
3. Tipe masyarakat kita yang cenderung verbal, bukan lateral. Kita bisa / terbiasa melakukan sesuatu karena 'dibilangin', bukan karena browse dari bacaan. Truz... ini juga mungkin dari habit, waktu masih kecil kita didongengkan secara lisan, bukan dibacakan dongeng.
4. Culture nenek moyang atau ibu-ibu kita yang kurang membiasakan membacakan buku untuk anak-anaknya, karena direpotkan oleh pekerjaan rumah tangga, seperti beberes rumah, ngasih empan ayam / bebek peliharaan. Dan karena culture ini, anak-anaknya jadi tidak 'dekat' dengan buku.
5. Sebagian saudara kita masih belum bisa menjadikan buku sebagai sesuatu yang bernilai dan memberikan manfaat kesenangan, sehingga rasanya 'malas' untuk afford buku, dibandingkan afford untuk ke Cafe, bioskop, Night Club. Yah... yang seperti itulah.
6. Terlalu lama waktu bermain untuk anak kecil. Di Indonesia, jam bermain seorang anak adalah 3 - 4 jam. Sedangkan di negara lain seperti Korea, jam bermainnya hanya 1 jam. Sisanya untuk belajar dan baca buku.
7. Mindset bahwa orang yang hobi baca buku adalah orang-orang yang penyendiri, intrrovert, ga gaul.
Kalo ngukur di diri gwe sendiri, rasanya minat baca gwe belum lah termasuk kategori tinggi. Gwe yang ... so-so .. ga rendah juga ko. Dan, saat gwe menulis ini, gwe sedang dalam tahap awal mereformasi pengkoleksian buku gwe. Untuk jenis buku yang bergolong cerita (novel, tapinya kudu yang sarat ilmu. Ga yang kisah-kisah cinta menye-menye) pengennya siyh ga usah beli, upayakan pinjam teman atau perpust. Nah... skarang mulai beli buku-buku yang sifatnya non fiksi. Secara, bacaan-bacaan non fiksi lebih senang gwe temuin di koran ataw pas browsing.
Jadi... selamat membaca.
Iqra' !!!
WA Lt. 11 jam 7.45 15/5/2007
Pagi ini gwe sedikit ngoprek tentang suatu topik yang memprihatinkan di negara kita, yaitu minat baca. Data-data kuantitatif yang gwe dapat hanya tentang membaca koran, yaitu kalo di Indonesia 1 koran hanya dibaca oleh 10 orang, padahal idealnya 1 koran dibaca oleh 45 orang. Untuk buku, gwe ga sempat cari-cari data kuantitatifnya.
Intinya, Dari beberapa artikel, beberapa kesimpulan (yang menjadi perhatian lebih untukku) minat baca yang rendah itu disebabkan oleh :
1. Mahalnya harga buku-buku, jadi males aja beli buku.
2. Di zaman sekarang, pemereintah (nampaknya) kurang punya kebiasaan memanfaatkanwaktu untuk membca buku, lain seperti zamannya Pak Karno & Pak Hatta. So, jarang sekali ditemukan perpustakaan sederhana di sudut-sudut kota. lain kalo di jaman dulu. Ada yang mencotohkan dia tiap pulang sekolah pergi ke perpustakaan di deket Jatinegara, yang disana tersedia literatur sastra Indonesia dan Belanda. keren euy ...
3. Tipe masyarakat kita yang cenderung verbal, bukan lateral. Kita bisa / terbiasa melakukan sesuatu karena 'dibilangin', bukan karena browse dari bacaan. Truz... ini juga mungkin dari habit, waktu masih kecil kita didongengkan secara lisan, bukan dibacakan dongeng.
4. Culture nenek moyang atau ibu-ibu kita yang kurang membiasakan membacakan buku untuk anak-anaknya, karena direpotkan oleh pekerjaan rumah tangga, seperti beberes rumah, ngasih empan ayam / bebek peliharaan. Dan karena culture ini, anak-anaknya jadi tidak 'dekat' dengan buku.
5. Sebagian saudara kita masih belum bisa menjadikan buku sebagai sesuatu yang bernilai dan memberikan manfaat kesenangan, sehingga rasanya 'malas' untuk afford buku, dibandingkan afford untuk ke Cafe, bioskop, Night Club. Yah... yang seperti itulah.
6. Terlalu lama waktu bermain untuk anak kecil. Di Indonesia, jam bermain seorang anak adalah 3 - 4 jam. Sedangkan di negara lain seperti Korea, jam bermainnya hanya 1 jam. Sisanya untuk belajar dan baca buku.
7. Mindset bahwa orang yang hobi baca buku adalah orang-orang yang penyendiri, intrrovert, ga gaul.
Kalo ngukur di diri gwe sendiri, rasanya minat baca gwe belum lah termasuk kategori tinggi. Gwe yang ... so-so .. ga rendah juga ko. Dan, saat gwe menulis ini, gwe sedang dalam tahap awal mereformasi pengkoleksian buku gwe. Untuk jenis buku yang bergolong cerita (novel, tapinya kudu yang sarat ilmu. Ga yang kisah-kisah cinta menye-menye) pengennya siyh ga usah beli, upayakan pinjam teman atau perpust. Nah... skarang mulai beli buku-buku yang sifatnya non fiksi. Secara, bacaan-bacaan non fiksi lebih senang gwe temuin di koran ataw pas browsing.
Jadi... selamat membaca.
Iqra' !!!
WA Lt. 11 jam 7.45 15/5/2007
Friday, May 11, 2007
Just my Imagination
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Bayangkan pabila ...
Aku jalan sendirian
Di tengah hutan hujan tropis
di waktu dhuha (sekitar jam 8 an)
Aku injak daun-daun lembab dengan bunyian nya yang saling bergesek
Aku dengar cicit burung dan suara primata atau desis ular
Aku lihat siluet cahaya matahari mnembus rimbunnya daun yang berapatan
Aku rasakan angin yang adem menerpa mukaku yang (lagi) berjerawat :D
Truzz...
Aku sampai di sungai
Ga jauh dari situ ada air terjun yang gemuruhnya menyegarkan
Trus, aku langkahkan kakiku di antara bebatuan kali yang licin dan berlumut
Brr... airnya adem dan jernih
Udah gitu,
Kucoba wudhu pake air terjun
Kemudian, aku cari tempat kering, pasang kompas, cari arah kiblat
selanjutnya tertunaikan lah 2 rakaat itu, trus aku curhat sama DIA, sejadi-jadinya
Selesai itu, rasanya pasti plong dan lega.
Tapi kemudian laper.
Dan Di sungai itu, kelihatan ikan yang ukurannya gede.
Kutombak, trus kubersihin,
Kemudian nyalain perapian, bakar ikan... (protein tinggi Bouw)
Di antara hutan-hutan itu, kutemukan juga pohon buah
Biar segar, kumakan buahnya ...
Truzz... aku jalan lagi, sambil sesekali istirahat dan menyapa primata atau mamalia yang melintas.
Kemudian aku sampai di pantai
Udah ada kapal laut bagus yang siap mengantarkan aku ke Jakarta, ke real life ...
WA Lt. 11 11/5/2007 jam 7.15
ps : hayoo kerjain reportingnya, Dianti !!!
Sudah ada yang menanti (reporting) mu. :P
Bayangkan pabila ...
Aku jalan sendirian
Di tengah hutan hujan tropis
di waktu dhuha (sekitar jam 8 an)
Aku injak daun-daun lembab dengan bunyian nya yang saling bergesek
Aku dengar cicit burung dan suara primata atau desis ular
Aku lihat siluet cahaya matahari mnembus rimbunnya daun yang berapatan
Aku rasakan angin yang adem menerpa mukaku yang (lagi) berjerawat :D
Truzz...
Aku sampai di sungai
Ga jauh dari situ ada air terjun yang gemuruhnya menyegarkan
Trus, aku langkahkan kakiku di antara bebatuan kali yang licin dan berlumut
Brr... airnya adem dan jernih
Udah gitu,
Kucoba wudhu pake air terjun
Kemudian, aku cari tempat kering, pasang kompas, cari arah kiblat
selanjutnya tertunaikan lah 2 rakaat itu, trus aku curhat sama DIA, sejadi-jadinya
Selesai itu, rasanya pasti plong dan lega.
Tapi kemudian laper.
Dan Di sungai itu, kelihatan ikan yang ukurannya gede.
Kutombak, trus kubersihin,
Kemudian nyalain perapian, bakar ikan... (protein tinggi Bouw)
Di antara hutan-hutan itu, kutemukan juga pohon buah
Biar segar, kumakan buahnya ...
Truzz... aku jalan lagi, sambil sesekali istirahat dan menyapa primata atau mamalia yang melintas.
Kemudian aku sampai di pantai
Udah ada kapal laut bagus yang siap mengantarkan aku ke Jakarta, ke real life ...
WA Lt. 11 11/5/2007 jam 7.15
ps : hayoo kerjain reportingnya, Dianti !!!
Sudah ada yang menanti (reporting) mu. :P
saturated
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Apa yang terjadi kalo jenuh itu sudah berada di titik nadir?
Di suatu titik yang (menurut kita) sudah paling 'apes' tingkatan nya?
Pada suatu waktu dimana kita ngejalanin sesuatu dengan hampa, tanpa gairah apalagi semangat?
Konon katanya tiap orang pasti pernah dilanda kejenuhan. Dan obatnya adalah refreshing, cari suasana baru, atau apalah yang membuat daily life mereka lebih variatif?
Yakin ga siyh tiap jenuh itu pasti ada 'variatif' nya?
Subhanallah ...
Asli, sekarang gwe lagi jenuh.
Memang sebelumnya juga ada waktu-waktu dimana bosan atau jenuh itu melanda. Tapi yang ini, mungkin kalo boleh ber-hiperbola, gwe ada di level stadium 1.
Secara default otak gwe memikirkan hal yang sama dan badan gwe melakukan hal yang sama setiap hari. Serba berulang dan ga ada 'soul' dari apa-apa yang gwe kerjain. Parah ya...
Tapi teteup, gwe selalu bersyukur sama DIA atas apa yang DIA udah kasih ke gwe.
Kalo boleh berhipotesa, jenuhnya gwe karena (gwe) merasa semua dalam kondisi aman dan nyaman (which is ngga juga seyh, secara ada hal-hal yang belum terpenuhi yang belum membuat gwe nyaman). Hwaaa.... manusia emang serba ribet. Dikasih ga nyaman complain, dikasih nyaman jenuh. Jadi maunya apa?????
Yo weiss lah. Moga-moga jenuhnya cepetan hilang. Secara besok udah weekend dan gwe mau meng-entertain diri gwe dengan novel Norwegian Wood nya Miss Wio (inget !!! ga boleh lecek, hiks... 'Rule of 4' nya keriting kan gara2 dipinjem gwe. sorry ya Miss :).
Oh ya, nge-blog pun sempet jenuh. Makannya satu pekan an kemaren vakum, karena jenuh itu. Yah begitulah... Orang yang sedang jenuh bahkan kurang bisa melihat siluet indah mentari di antara rapatnya embun. Rugi banget yah...
Jadi, enjoy Jakarta. ehh.. maxudnya enjoy your life. Life is a gift. Being saturated-feeling is also a gift.
WA Lt. 11 jam 7 11/5/2007
Kantor masih sepi.
Pengen teriak, pengen ketawa, pengen nangis juga.
Hwaaa....... bingung !!!!
Apa yang terjadi kalo jenuh itu sudah berada di titik nadir?
Di suatu titik yang (menurut kita) sudah paling 'apes' tingkatan nya?
Pada suatu waktu dimana kita ngejalanin sesuatu dengan hampa, tanpa gairah apalagi semangat?
Konon katanya tiap orang pasti pernah dilanda kejenuhan. Dan obatnya adalah refreshing, cari suasana baru, atau apalah yang membuat daily life mereka lebih variatif?
Yakin ga siyh tiap jenuh itu pasti ada 'variatif' nya?
Subhanallah ...
Asli, sekarang gwe lagi jenuh.
Memang sebelumnya juga ada waktu-waktu dimana bosan atau jenuh itu melanda. Tapi yang ini, mungkin kalo boleh ber-hiperbola, gwe ada di level stadium 1.
Secara default otak gwe memikirkan hal yang sama dan badan gwe melakukan hal yang sama setiap hari. Serba berulang dan ga ada 'soul' dari apa-apa yang gwe kerjain. Parah ya...
Tapi teteup, gwe selalu bersyukur sama DIA atas apa yang DIA udah kasih ke gwe.
Kalo boleh berhipotesa, jenuhnya gwe karena (gwe) merasa semua dalam kondisi aman dan nyaman (which is ngga juga seyh, secara ada hal-hal yang belum terpenuhi yang belum membuat gwe nyaman). Hwaaa.... manusia emang serba ribet. Dikasih ga nyaman complain, dikasih nyaman jenuh. Jadi maunya apa?????
Yo weiss lah. Moga-moga jenuhnya cepetan hilang. Secara besok udah weekend dan gwe mau meng-entertain diri gwe dengan novel Norwegian Wood nya Miss Wio (inget !!! ga boleh lecek, hiks... 'Rule of 4' nya keriting kan gara2 dipinjem gwe. sorry ya Miss :).
Oh ya, nge-blog pun sempet jenuh. Makannya satu pekan an kemaren vakum, karena jenuh itu. Yah begitulah... Orang yang sedang jenuh bahkan kurang bisa melihat siluet indah mentari di antara rapatnya embun. Rugi banget yah...
Jadi, enjoy Jakarta. ehh.. maxudnya enjoy your life. Life is a gift. Being saturated-feeling is also a gift.
WA Lt. 11 jam 7 11/5/2007
Kantor masih sepi.
Pengen teriak, pengen ketawa, pengen nangis juga.
Hwaaa....... bingung !!!!
Wednesday, May 09, 2007
Reconsile
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Reconsile itu (pake bahasa gwe) menyamakan sesuatu yang mis. Biasanya ini dipake di bidang per-fulus-an.
Syarat pertama reconsile : kudu jujur, salah bilang salah & bener bilang bener. Truzz... kroscek sama bukti aslinya, yang bener yang mana.
Syarat kedua, kudu jeli dan teliti, biar semua yang mis ketahuan. Ga bisa buru-buru. Kayanya prinsip alon-alon asal kelakon berlaku di sini.
Syarat ketiga. Kalo dah ketahuan yang mis dimana, kudu mau dibenerin. Jangan ngotot nganggap bener. System bisa error, manusia bisa salah, tapi selalu ada jalan untuk memperbaiki.
Kalo dah dipenuhin, insya Allah reconsile nya beres.
Hm... sepertinya reconsile ini juga berlaku di bidang per-relationship-an yah.
Ya ga???
Not much words to say ah...
Karena saya belum teruji [berhasil] dan terbuti [sukses].
WA lt. 11 jam 10.32 9/5/2007
Reconsile itu (pake bahasa gwe) menyamakan sesuatu yang mis. Biasanya ini dipake di bidang per-fulus-an.
Syarat pertama reconsile : kudu jujur, salah bilang salah & bener bilang bener. Truzz... kroscek sama bukti aslinya, yang bener yang mana.
Syarat kedua, kudu jeli dan teliti, biar semua yang mis ketahuan. Ga bisa buru-buru. Kayanya prinsip alon-alon asal kelakon berlaku di sini.
Syarat ketiga. Kalo dah ketahuan yang mis dimana, kudu mau dibenerin. Jangan ngotot nganggap bener. System bisa error, manusia bisa salah, tapi selalu ada jalan untuk memperbaiki.
Kalo dah dipenuhin, insya Allah reconsile nya beres.
Hm... sepertinya reconsile ini juga berlaku di bidang per-relationship-an yah.
Ya ga???
Not much words to say ah...
Karena saya belum teruji [berhasil] dan terbuti [sukses].
WA lt. 11 jam 10.32 9/5/2007
Me & Fulus
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Pengennya siyh jadi cewe matre, oups... maksudnya yang 'melek finansial'. Tapi ko, rasa-rasanya gwe cenderung tidak obsesif posesif agresif sama barang yang satu itu yah.
Mungkin ini habit dari kecil yah, gwe baru 'kenal' duit di kelas 3 SD. Di kelas-kelas sebelumnya, gwe bawa bekel, ga biasa jajan. Kalo jajan, itu jatahnya weekend, dan jajannya es krim sama chiki (1 bungkus dimakan berdua sama ade gwe, secara chiki itu kan mengandung mecin yah). Truz... Gwe juga bukan tipe orang yang 'kepengenan'. Misalkan, kalo temen2 gwe punya barang A, B, C atow D, gwe cukup tau diri untuk ga ngerengek minta barang2 itu ke ortu. Kayanya gwe anak yang cukup understanding sama keadaan finansial ortu. Amien... :D
Nah, pas udah bisa dapet duit sendiri (pertamanya pas jadi asisten praktikum di kampus), gwe juga ga nge-plan tuh duit mo buat apa. Gwe stay put - kan aja tuh duit di dompet. Kalo duit dari ortu abiz, gwe bakal pake tuh duit. he..he.. Napa juga ya, ga kepikir tuh duit buat modal apaan gitu. Dan, secara kuliah gwe cukup 'ribet' dengan praktikum yang bikin keriting, gwe juga ga kepikiran nyambik nge-privat-in anak2 sekolah (which is, ini sarana OK buat jemput fuluus). Hiks... Kasian deyh gwe.
Saat ini, di saat orang-orang heboh cari sampingan kanan-kiri untuk mempertebal kantong, gwe juga heboh cari sampingan kanan - kiri tapinya buat 'ngelmu' sama untuk bikin 'episode' hidup gwe. Urusan kantong mah... statis. Malah mungkin cenderung 'decrease', secara gwe bukan planner yang baik dalam urusan fulus-fulusan. Bahkan 'Beliau' di masa lalu gwe (seinget gwe) pernah berencana untuk ngebimbing gwe dalam hal finansial. (wakaaakkaaak... Alhamdulillah qta bubar ya Bro. Jadi Dikau ga perlu cape ngurusin cewe yang ga ngerti duit model gwe, & gwe pun ga perlu pasang otak serius untuk menekuni teori2 ekonomi yang ngejelimet itu he..he..)
Hhhzzz... Tapi sekarang, gwe akuin, ternyata ada demanding terhadap barang yang namanya fulus itu. Ada kebutuhan [nah... ini beda tipis juga sama keinginan, yang bikin kantong tiap individu jebol]. Ada kebutuhan yang 'extraordinary' yang ga bisa dipenuhin dari kantong2 'ordinary' (aka dari gajian gwe). That's why, sangat terfikir untuk bikin sampingan yang profuit oriented, disamping 'ngelmu' oriented. Apa yah... Yang ada di depan mata gwe, adalah urusan baju-bajuan. Gwe dah tau link tangan pertama perusahaan konveksi, truzz konon kata temen2 gwe, selera gwe dalam hal berbaju lumayan OK lah... (narcis mode : on ) :D . Tapinya, gwe perlu ngoprek2 alias cari tau caranya memulai menjemput fulus2 halal itu dari mana. Ya Rabb, Moga ditunjukkan jalannya.
Anyway, gwe musti jadi Aghniya. Dengan gwe jadi aghniya, insya ALLAH gwe bebas dari jeratan hutang [secara gwe juga ga demen berhutang ataow beli sesuatu dengan sistem kredit. Rrrgh... chape], bisa zakat, bisa haji, bisa biayain hobi baca dan denger lagu2 bagus, bisa meng-entertain ortu, bisa manjain ade gwe (padahal dia dah punya suami, tapi kolokannya teteup bikin gwe kangen ma dia), dan kelak... insya ALLAH, suatu saat gwe dikasih mertua, gwe juga bakal meng-entertain mereka {hayyooo !!! siapa yang mo jadi mertua gwe? Anaknya kudu STM yah : sholeh, tampan, mapan. wakakak....)
OK deyh...
itu aja.
Emang lagi rada error neyh, jadi bahasanya pun tidak sebagus yang dulu. hweks :(
WA Lt. 11 9/5/2007 jam 9
(Suatu hari dimana bonus dari Persada keluar, & udah di cek sama si Mathew, dan besarnya adalah IDR x00.000. Alhamdulillah ...).
Pengennya siyh jadi cewe matre, oups... maksudnya yang 'melek finansial'. Tapi ko, rasa-rasanya gwe cenderung tidak obsesif posesif agresif sama barang yang satu itu yah.
Mungkin ini habit dari kecil yah, gwe baru 'kenal' duit di kelas 3 SD. Di kelas-kelas sebelumnya, gwe bawa bekel, ga biasa jajan. Kalo jajan, itu jatahnya weekend, dan jajannya es krim sama chiki (1 bungkus dimakan berdua sama ade gwe, secara chiki itu kan mengandung mecin yah). Truz... Gwe juga bukan tipe orang yang 'kepengenan'. Misalkan, kalo temen2 gwe punya barang A, B, C atow D, gwe cukup tau diri untuk ga ngerengek minta barang2 itu ke ortu. Kayanya gwe anak yang cukup understanding sama keadaan finansial ortu. Amien... :D
Nah, pas udah bisa dapet duit sendiri (pertamanya pas jadi asisten praktikum di kampus), gwe juga ga nge-plan tuh duit mo buat apa. Gwe stay put - kan aja tuh duit di dompet. Kalo duit dari ortu abiz, gwe bakal pake tuh duit. he..he.. Napa juga ya, ga kepikir tuh duit buat modal apaan gitu. Dan, secara kuliah gwe cukup 'ribet' dengan praktikum yang bikin keriting, gwe juga ga kepikiran nyambik nge-privat-in anak2 sekolah (which is, ini sarana OK buat jemput fuluus). Hiks... Kasian deyh gwe.
Saat ini, di saat orang-orang heboh cari sampingan kanan-kiri untuk mempertebal kantong, gwe juga heboh cari sampingan kanan - kiri tapinya buat 'ngelmu' sama untuk bikin 'episode' hidup gwe. Urusan kantong mah... statis. Malah mungkin cenderung 'decrease', secara gwe bukan planner yang baik dalam urusan fulus-fulusan. Bahkan 'Beliau' di masa lalu gwe (seinget gwe) pernah berencana untuk ngebimbing gwe dalam hal finansial. (wakaaakkaaak... Alhamdulillah qta bubar ya Bro. Jadi Dikau ga perlu cape ngurusin cewe yang ga ngerti duit model gwe, & gwe pun ga perlu pasang otak serius untuk menekuni teori2 ekonomi yang ngejelimet itu he..he..)
Hhhzzz... Tapi sekarang, gwe akuin, ternyata ada demanding terhadap barang yang namanya fulus itu. Ada kebutuhan [nah... ini beda tipis juga sama keinginan, yang bikin kantong tiap individu jebol]. Ada kebutuhan yang 'extraordinary' yang ga bisa dipenuhin dari kantong2 'ordinary' (aka dari gajian gwe). That's why, sangat terfikir untuk bikin sampingan yang profuit oriented, disamping 'ngelmu' oriented. Apa yah... Yang ada di depan mata gwe, adalah urusan baju-bajuan. Gwe dah tau link tangan pertama perusahaan konveksi, truzz konon kata temen2 gwe, selera gwe dalam hal berbaju lumayan OK lah... (narcis mode : on ) :D . Tapinya, gwe perlu ngoprek2 alias cari tau caranya memulai menjemput fulus2 halal itu dari mana. Ya Rabb, Moga ditunjukkan jalannya.
Anyway, gwe musti jadi Aghniya. Dengan gwe jadi aghniya, insya ALLAH gwe bebas dari jeratan hutang [secara gwe juga ga demen berhutang ataow beli sesuatu dengan sistem kredit. Rrrgh... chape], bisa zakat, bisa haji, bisa biayain hobi baca dan denger lagu2 bagus, bisa meng-entertain ortu, bisa manjain ade gwe (padahal dia dah punya suami, tapi kolokannya teteup bikin gwe kangen ma dia), dan kelak... insya ALLAH, suatu saat gwe dikasih mertua, gwe juga bakal meng-entertain mereka {hayyooo !!! siapa yang mo jadi mertua gwe? Anaknya kudu STM yah : sholeh, tampan, mapan. wakakak....)
OK deyh...
itu aja.
Emang lagi rada error neyh, jadi bahasanya pun tidak sebagus yang dulu. hweks :(
WA Lt. 11 9/5/2007 jam 9
(Suatu hari dimana bonus dari Persada keluar, & udah di cek sama si Mathew, dan besarnya adalah IDR x00.000. Alhamdulillah ...).
Thursday, May 03, 2007
Pinta Tentang Sebuah Asa
s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Rabbana..
Pabila Kau anugerahkan rasa dan asa itu padaku,
Tentunya akan ku-syukur-i Ya Rabb...
Namun, jika sepatah permohonan boleh kupinta,
Jadikanlah rasa dan asa itu hadir pada hambaMu yang Kau hadirkan untukku
Di waktu yang telah Kau Ridhoi
Ya Rabb, pabila anugerah itu seperti sekeping mata uang,
Dimana ia selalu beriringan dengan ujian,
Maka aku hanya memohon mudahkan urusanku
Lindungi aku dari asa dan rasa yang tidak halal yang [pernah] menjerumuskan diriku.
Ya Rabb...
Tunjukkan jalan ikhtiar yang bersih untukku
Ingatkan aku untuk membersihkannya pabila jalan itu terkotori oleh sifat kerapuhanku
Robbanaa. ..
Perkenankanlah pinta ini.
Allahumma Amien
Dhuha Time, 3/5/2007 di WA Lt. 11
Rabbana..
Pabila Kau anugerahkan rasa dan asa itu padaku,
Tentunya akan ku-syukur-i Ya Rabb...
Namun, jika sepatah permohonan boleh kupinta,
Jadikanlah rasa dan asa itu hadir pada hambaMu yang Kau hadirkan untukku
Di waktu yang telah Kau Ridhoi
Ya Rabb, pabila anugerah itu seperti sekeping mata uang,
Dimana ia selalu beriringan dengan ujian,
Maka aku hanya memohon mudahkan urusanku
Lindungi aku dari asa dan rasa yang tidak halal yang [pernah] menjerumuskan diriku.
Ya Rabb...
Tunjukkan jalan ikhtiar yang bersih untukku
Ingatkan aku untuk membersihkannya pabila jalan itu terkotori oleh sifat kerapuhanku
Robbanaa. ..
Perkenankanlah pinta ini.
Allahumma Amien
Dhuha Time, 3/5/2007 di WA Lt. 11
Subscribe to:
Posts (Atom)