s.p.a.s.i...s.p.a.s.i
Kalo itu alat-alat elektronik, maka switching nya begitu mudahnya. Tinggal diarahkan ke on atau off.
Kalo itu urusan digital, maka switching itu urusannya hanya dengan angka 0 ataw 1.
Kalo itu hubungannya sama suatu brand, maka switching nya pelanggan hanya punya dua pilihan : loyal pada merk yang biasa dipakai atau mau berpaling ke branded lain.
Kalo pengen switching ke karier yang lebih cihuy, maka ada kebebasan untuk menentukan pilihan ke perusahaan kompetitor yang bisa menawarkan lebih atau loyal di perusahaan lama dengan nego-nego.
Tapi kalo switchingnya sama hati, men-switch sebuah nama dengan nama lain, maka rasanya variabelnya akan sangat komplex, jauh lebih komplex daripada rumus trigonometri (yang ga pernah aku sukain).
Seorang teman bercerita bahwa untuk men-switch sebuah nama di hatinya agar bisa ditempati dengan nama baru, maka yang dipaksa bergerak bukanlah hati. Tapi mindset. Mainkan mindset baru bahwa 'nama lama' sudah tidak layak berada di sana, dan sangat worthed untuk diganti dengan nama yang baru yang memang layak ditempatkan disana. Tapi hati-hati, jangan menggunakan 'bad campaigne' untuk mengubah mindset lama itu. Cukup menggunakan logika dan penyerahan diri sepenuhnya padaNya.
So, yang masih punya 'cerita lama', geura atuh... dinetralkan.
WA Lt. 11 jam 4.38 tanggal 10/4/2007
tulisan ini terinspirasi di percakapan perjalanan pagi tadi antara aku dan Miss Wio. Very logic step Miss. :)
No comments:
Post a Comment