spasi spasi

Bagai kumpulan text, perlu ruang kosong untuk dapat membacanya dengan jelas.

Bagai lokasi, perlu jarak untuk membuatnya tidak sesak.

Bagai runutan peristiwa, perlu jeda untuk mampu mengenang episode yang sudah dilalui.

Bagai gerak, perlu kejap tarikan nafas untuk terus melaju

Thursday, October 01, 2009

Adakah Kita Menghayati Substansi Ramadhan?

s.p.a.s.i...s.p.a.s.i

Ramadhan bulan yang dinantikan oleh semua umat muslim. Ada berbagai alasan, ada yang senang karena berbagai kemuliaan di dalamnya (momentum untuk peningkatan kuantitas dan kualitas ibadah, bulan dimana doa-doa diijabah, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran, dan adanya malam Lailatul Qadr), ada juga yang senang karena setelah Ramadhan berarti lebaran, yang berarti juga makanan enak, baju baru, dan berlibur.

Apapun itu, kayanya substansi ibadah sahum Ramadhan mulai tak terasa di lingkunganku (termasuk, keluarga).

Shaum itu sejatinya untuk merasakan bagaimana laparnya dhuafa, dan dari merasakan itu diharapkan tumbuh empati yang lebih baik sehingga kita pun bisa lebih banyak berbagi ke mereka (note : aku belum bisa seperti ini). TAPI kenyataannya .... Ibu rumah tangga mengeluhkan bahwa di bulan ramadhan pengeluaran lebih boros dibandingkan bulan-bulan lainnya. Apa pasal?? Yang seharusya lebih irit (karena makan yang 3 x sehari menjadi 2 x sehari) menjadi lebih boros. Itu karena, (entah ini culture entah apa, tapi yang jelas ini ga dicontohkan oleh Rasulullah SAW) kita suka mengada-ngadakan menu makan. yang ga biasa bikin es campur / kolak / gorengan / penganan lain kemudian menu-menu itu menjadi wajib hadir.

Trus, yang lebih kacau lagi, selama Ramadhan, pusat belanja malah ngasil sale gila-gilaan. Bahkan di akhir Ramadhan yang notabene itu adalah kandidat utama malam lailatul qadr, jadilah orang banyak berlarian ke mall instead of mushola.

Trus, ada juga orang yang jadi demen begadang di bulan Ramadhan dan demen kerja keras. Itu karena kejar setoran untuk orderan bikin kue kering, jahitan baju, mukena, de el el. Belum lagi mudik yang di siang hari panas terik mampu membakar emosi dan memancing lapar dahaga, apakah mudah mempertahankan shaum dalam kondisi seperti itu ???

So... APakah Ramadhan hanya seremonial dan keutamaan yang didengungkan di setiap ceramah para ustadz kondang yang sekarang "ngartis" juga cuman normatif ajah?

uh sedihnya.

-Saat Rindu Ramadhan seperti tahun 2003, saat aku berkesempatan menginjakkan kakiku ke BAITULLAH-

Meja kerja jam 3.44
1 Oktober 2009

No comments: