spasi spasi

Bagai kumpulan text, perlu ruang kosong untuk dapat membacanya dengan jelas.

Bagai lokasi, perlu jarak untuk membuatnya tidak sesak.

Bagai runutan peristiwa, perlu jeda untuk mampu mengenang episode yang sudah dilalui.

Bagai gerak, perlu kejap tarikan nafas untuk terus melaju

Thursday, January 19, 2006

arti sebuah milad

Pagi hari yang mendung dan adem, sampe kantor, cek email yahoo, dan cek siapa aja yang online di yahoo messanger. Seuntai memori melintas dan berkata di bulan ini, tanggal belasan, ada seorang teman yang ulang tahun. Bilangan usianya sama seperti usiaku. Bedanya, pada dirinya sudah terlihat tapak-tapak kesuksesan. Sedangkan aku, masih memilih pintu yang mana untuk ditapaki.
Kupanggil ia via yahoo messanger. Suprise.. dia complain...katanya marah. Sebab yang klasik, aku tidak mengucapkan selamat ultah tepat di hari lahirnya. He..he.. bahkan sampai aku posting di sini, belum ada kalimat 'happy birthday' yang kuketik untuknya. Tapi.. kuniatkan tulisan ini tuk kupersembahkan padanya. Mungkin norak, atau tak sekeren penulis Dee atau Taufiq Ismail, mungkin... Tapi percayalah. hatiku yang menulis ini. Jari-jariku yang tak begitu lentik hanya perantara, neuron-neuron imut nan lembut juga bertugas bagaimana tulisan ini menjadi sistematis.
Qta mulai yah...
Hm... Mengucapkan selamat ulang tahun di hari kelahiran. Jujur, aku pribadi tidak menyukai hal itu. Ucapan ulang tahun hanya mengingatkanku bahwa jatah hidupku sudah berkurang, jumlah hari hidup di dunia sudah bertambah, tapi kemajuan berarti belumlah ada. Bahasa kerennya, menjadi tua adalah pasti, menjadi dewasa adalah pilihan. Lucu memang, aku pribadi hm.. apa yah.. mungkin bahasanya, rada ga' nyaman apabila ada teman yang 'mengingatkan' hari ulang tahunku. OK.. aku sangat menghargai effort mereka untuk mengingat tanggal alhirku yang ga ada penting-pentingnya. Itu aku yahh...

Tapi, kalaupun orang lain berfikir kebalikannya, ya monggo saja.Sebagai suatu sarana bersosialisasi, hari ulang tahun adalah pintu untuk mengakrabkan pertemanan yang sebelumnya memang sudah akrab.
=))


2 Februari 2006.
Tulisan ini sebagai permintaan maaf untuk temanku berinisial MV, yang pada hari ultahnya aku tidak mengucapkan happy birthday pas di hari lahirnya. Hm... jangan dijadikan itu indikasi aku ga sayang kamu ya MV. Met hari lahir... Moga sukses dunia akherat.

Friday, January 13, 2006

RIPAI (pake ‘pe’, bukan ‘ef’)


Dia sepantaran gwe, perawakannya kurus, tinggi badan rata-rata, hidung bangir, kulit sawo matang khas orang Indonesia. Pertama kali bertemu di rental computer RT 09. Dia lagi ketik skripsi, gue sedang buat lamaran kerjaan (lupa, ke perusahaan apa…). Lupa juga, pertama kali berbincang, topik basa-basi apa yang kami bahas. Kalau gak salah sih sekitar autoCAD, trus kerjaan. Yah.. gitu deyh. Dia ini tipe anak yang fight (kaya’nya lho..). Kerja di perusahaan manufaktur, trus nyambi kuliah.
Pas gue nulis ini, ada rasanya pengen banget bersua sama dia (eits !!! bukan kangen antara cewek-cowok yang kaya di teenlit lho yah…Urusan yang satu itu ga akan pernah gue broadcast). Kangen sebagai sahabat yang saling mensupport. Yang menyadarkan gue bahwa sukses itu bukan tujuan, tapi perjalanan yang pasti akan ditempuh oleh setiap manusia. Sahabat yang selalu menyiram taman harap di hati gue dengan air optimis bahwa segala sesuatu akan terjadi tepat dan indah pada waktunya. Bagusnya, dia udah implementasi hujjah-hujjahnya yang diperdengarkan ke gue. Dia fight dengan kerja dan kuliahnya. Lembur di weekend, sabar dan terus mengejar kesuksesannya.
Tahun baru 2005, sebuah SMS dari Ripai nyangkut di HPku. Isinya… Selamat Tahun Baru 2005. Semoga segalanya menjadi real dan indah tepat pada waktunya. Wadouuw... terhura buanget. Saat gwe ada masalah, saat gwe depret, diri gue itu bisa menjadi seseorang yang tampaknya ga punya pegangan. Padahal di balik keputusasaan qta, dibalik kegelisahan kita, Allah telah menyiapkan seknario terbaikNya untuk hidup qta. Bodohnya, gwe sering ga' sabar untuk menjalani skenario yang udah diatur oleh Allah. SMSnya Ripai menginspirasikan gwe bahwa kewajiban gwe sebagai manusia cuma niat & usaha. Untuk hasil, itu urusannya Allah. Dan ga mungkin Allah ga kasih hasil bagus kalau kita udah berusaha seoptimal mungkin. SMS itu pernah gue simpan dan sekarang udah ga ada. (HP kena virus, jadi data2 di memory card dibersihin semua). Nomor contactnya ga gue simpan (iya neeh, qta baru ngerasa perlu dengan seseorang kalo dia udah ga ada di hadapan qta).
Siapapun yang baca blog ini, kalo loe temennya Ripai (kerjanya di daerah Pondok Ungu, Bekasi –itu juga kalo die belon resign-; rumahnya di Jalan Baru, Cakung – itu juga kalo die belon pindah-), sampaikan salam dari gue untuk dia. Jangan lupa bagi-bagi lowker, untuk hidup lebih sejahtera. Moga-moga dia sekarang dah bisa beli komputer untuk bikin ketikan surat lamaran kerja.

STITCH

Sebuah rajutan. Pekerjaan membuat gambar atau tulisan dengan menggunakan benang berwarna-warni yang saling dikait untuk mendapatkan gambaran yang utuh. Memerlukan kesabaran dan ketekunan untuk membuatnya tuk dapat melihat hasilnya. Tampak atas, rajutan tersebut akan tampak indahnya. Tampak bawah, mungkn ia adalah untaian benang kusut yang tidak berbentuk.

Mungkin begitu juga untaian hidupku. Benang-benang itu sedang diuntai dan dirajut sedemikian indahnya. Hasil akhirnya akan menjadi suatu rajutan yang Subhanallah... demikian indahnya. Bahkan tak pernah ada makhluk pun yang bisa memprediksi keindahan tersebut. Semua warna benang terjalin tepat sesuai gradasi warnanya. Untaiannya juga serba teratur. Tidak ada yang saling melilit tidak karuan.

Aku dengan kesadaran penuh menulis keyakinanku mengenai benang rajutan hidupku akan menjadi indah dan tepat pada waktunya. Dan di alam bawah sadar kutemukan diriku yang terpaku tak sabar merajut benang-benang tersebut. Lelah, kesal, optimis, pesimis, tangis, bahkan pernah merutuk. Lelehan air mata beberapa kali membanjiri wajahku. Saat menulis inipun, genangan itu menanti untuk tumpah (dengan upaya keras, genangan tersebut tidak tumpah. Sebenarnya ingun kutumpahkan saja, tapi tempatnya tidak kondusif : sebuah meja kubikal di depan kumputer. Sangat jauh dari privacy).

Ya Rabb...
Aku lelah Bukan lelah karena berharap padaMu
Tapi karena aku tak mampu mensyukuri harap yang tlah Kau berikan

Aku putus asa Bukan putus asa karena memohon padaMu
Tapi karena aku tak kuasa melihat semua asa dariMu yang bisa kurajut

Tolong Aku Ya Robb...
Penuhi hatiku dengan kesabaran dan keikhlasan
Untuk merajut, menguntai benang-benang indahMu tentang hidupku
Sampaikanlah aku pada suatu akhir penantian yang indah
Yang kuyakin telah Engkau siapkan untukku
Allahumma Amien Ya Rabb...

Thursday, January 05, 2006

Kala Sang Lilin (dengan Nyala Api Di Atasnya) Tertiup Badai

Lilin (bayangkan sebtang lilin dengan nyala api di atasnya. Selanjutnya kita sepakati ia sebagai lilin) itu berjalan mencari tempatnya. Kadang cahayanya padam, temaram, dan tak jarang ia menyala bagaikan obor yang menerangi setiap pelosok gua. Selalu ada sumber cahaya dimanapun Sang Lilin berada.

Hingga suatu hari, Sang lilin menemukan tempatnya. Tempat yang bisa ia harapkan untuk berlabuh sepanjang hidupnya atau sepanjang sumbu cahayanya bisa menyala. Tempat itu begitu indahnya. Dipenuhi aneka bunga berwarna dan mewangi. Lengkap juga dengan badai besar yang membantu reproduksinya bunga-bungaan yang tadi. Seimbang...

Tapi kelihatannya Sang lilin sulit bertahan dalam badai. Tiupan pertama, cahaya apinya bergoyang. Tiupan selanjutnya, semakin meredup, meredup, dan ... akhirnya mati.
Tak tau, bunga-bungaan itu akan tertampak dengan indahnya atau tidak sama sekali. Yah... karena cahaya Sang Lilin sudah mati... yang sebelumnya hangat bertemaram.